SYAHBANDAR PELABUHAN PERIKANAN
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Pembangunan dan pemanfaatan sumber daya kelautan yang
tersimpan di wilayah perairan nusantara sampai saat ini perlu mendapat
perhatian yang memadai mengingat besarnya potensi yang tersimpan dalam sumber daya laut. Bila dibanding
dengan luas wilayah lautan yang dimiliki Indonesia maka usaha pemerintah dalam
memanfaatkan potensi kelautan masih membutuhkan banyak peningkatan. Sumber daya
perikanan laut merupakan salah satu aspek penting dari sumber daya laut
nusantara yang perlu digali dan dikembangkan. Potensi perikanan yang ada di
perairan Indonesia diketahui melimpah, mengingat perairan Indonesia merupakan
daerah tropis dengan kandungan plankton yang kaya, sebagai tempat berkumpulnya
ikan-ikan.
Pelabuhan perikanan sebagai penyedia fasilitas operasional kapal-kapal perikanan
memiliki peran yang cukup signifikan
dalam mendukung kegiatan peningkatan perikanan laut. Sehingga keberadaan
pelabuhan perikanan perlu mendapat
perhatian khusus dalam pengembangan dan implementasi peran sebagai
penyedia fasilitas pokok kegiatan penangkapan perikanan laut. Dewasa ini banyak
dilakukan proyek-proyek pembangunan pelabuhan perikanan oleh pemerintah, dengan
harapan pembangunan pelabuhan perikanan akan dapat secara signifikan
meningkatkan hasil perikanan laut, meningkatkan mutu penangkapan, serta dapat
meningkatkan taraf pendapatan dan kehidupan nelayan. Hal ini membutuhkan kajian
yang lebih mendalam guna mengetahui peran pelabuhan-pelabuhan perikanan yang
tersebar di berbagai daerah saat ini. Keberadaan
pelabuhan dengan kuantitas yang cukup
tinggi tentu menimbulkan masalah tersendiri bagi pemerintah. Salah satu
masalah pokok yang penting diperhatikan sesudah pelabuhan perikanan dibangun
adalah pengelolaannya. Kegiatan pengelolaan pelabuhan meliputi kegiatan
pengoperasian, pemeliharaan, rehabilitasi dan pelayanan dalam rangka
pemanfaatan sarana dan prasarana pelabuhan (Rio, 2011).
Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong merupakan pelabuhan
tipe B yang dilengkapi beberapa fasilitas, yaitu fasilitas pokok, fasilitas
fungsional dan fasilitas penunjang. Kantor pelabuhan merupakan salah satu
fasilitas fungsional yang terdapat di Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong,
dimana terdapat Syahbandar perikanan yang bertempat di kantor pelabuhan
Syahbandar perikanan Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong.
Dalam
rangka peningkatan kinerja sebagai upaya tercapainya keselamatan pelayaran yang
aman, tertib, nyaman dengan mengikuti perkembangan tuntutan manusia akan kapal
sebagai alat terpencil di pelosok tanah air, maupun antar negara di dunia.
Terhadap perkembangan tuntutan tersebut maka Pemerintah Indonesia berusaha
untuk meningkatkan pula akan keselamatan pelayaran dengan salah satu upayanya
membentuk Organisasi Syahbandar sebagai langkah maju dalam mengimbangi pelayanan
dibidang Pelayaran yang bergerak maju
dan pesat (Renaldo, 2011).
Menurut
Randy (2013), menyadari akan pentingnya
peran syahbandar mengenai keselamatan dalam pelayaran, maka lahirlah
undang-undang nomor 17 tahun 2008 tentang pelayaran, berbagai macam peraturan
telah mendahului peraturan perundang undangan ini, dilihat dari konteks sejarah
tentang perkembangan tugas dan wewenang syahbandar dalam pelabuhan telah
mengalami perbaikan-perbaikan dan peningkatan yang akan mengangkat lebih jelas
mengenai peran yang sangat penting bagi kesyahbandaran, sebelum undang-undang
no 17 tahun 2008 tentang pelayaran disahkan menggantikan undang-undang no 21
tahun 1992, maka ada beberapa peraturan lainnya juga mengatur mengenai
kesyahbandaran, antara lain,
1.
Redden
reglement 1925 pasal 2 peraturan Bandar
2.
UU
pelayaran 1936 stb 700 tentang pengaturan
pelabuhan dan pelayaran di Indonesia, pasal 6 syahbandar disebut sebagai haven mesteer
3.
Undang-undang
dasar Negara Republik Indonesia 1945
4.
UNCLOS
1982, article 218 pemaksaan pentaatan oleh Negara pelabuhan, oleh pakar hukum
disebut syahbandar atau disebut habour master
5.
Pembinaan
kepelabuhan dilaksanakan oleh administrator dan kepala pelabuhan sesuai PP No
23 tahun 1983
6.
Peraturan
pemerintahan nomor 11, 12, 13, dan 14 tahun 1983 tentang pembinaan kepelautan
dan fungsi pengusahaan diatur dalam pengaturan umu I – IV
7.
Inpres
4 tahun 1985
8.
Peraturan
pemerintah No 56, 57, 58, dan 59 tahun 1991
Selain
bertugas menerbitkan Surat Ijin Berlayar (SIB) yakni surat yang dibuat dan dikeluarkan
oleh Syahbandar dengan syarat dan ketentuan tertentu, Syahbandar pelabuhan
perikanan juga memiliki tugas memeriksa ulang kelengkapan dan keabsahan dokumen
kapal perikanan, memeriksa ulang alat penangkapan ikan yang ada di kapal
perikanan, memeriksa persyaratan teknis dan nautis kapal dari aspek keselamatan
pelayaran, mengatur kedatangan dan keberangkatan kapal perikanan serta mengatur
pergerakan dan lalu lintas di pelabuhan perikanan. Sesuai ketentuan Pasal 4
ayat (2) huruf I Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor : PER.
16/MEN/2006 tentang Pelabuhan Perikanan, pelabuhan perikanan memiliki fungsi
pelaksanaan kesyahbandaran dalam upaya keselamatan pelayaran terhadap
kapal-kapal perikanan sehingga dalam pelaksanaannya diperlukan petugas khusus
dipelabuhan Perikanan yakni syahbandar perikanan (Lulul, 2014).
1.2 Maksud
dan Tujuan
Praktek Kerja Lapang ini dilaksanakan di Pelabuhan
Perikanan Nusantara Berondong Kabupaten Lamongan dengan maksud untuk menambah
pengetahuan, keterampilan serta wawasan tentang tugas dan peran syahbandar
perikanan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Berondong.
Tujuan yang ingin dicapai dari praktek kerja lapang di
Syahbandar Perikanan Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong Kabupaten Lamongan
Jawa Timur ini yaitu :
1.
Untuk
mengetahui kegiatan operasional Syahbandar Perikanan Pelabuhan Perikanan
Nusantara Berondong.
2.
Penerapan
ilmu yang telah di dapat pada mata kuliah Pelabuhan Perikanan dalam praktek
kerja lapang yang dilakukan di Syahbandar Perikanan Pelabuhan Perikanan
Nusantara Brondong.
1.3 Kegunaan
Kegunaan dari praktek kerja lapang di Syahbandar
Perikanan ini untuk memberi informasi kepada pembaca tentang ke Syahbandaran
bidang perikanan yang ada di Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong
1.4 Waktu
dan Tempat
Kegiatan Praktek Kerja Lapang ini dilaksanakan di
Syahbandar (PPN) Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong Kabupaten Lamongan Jawa
Timur pada bulan Juni sampai pada bulan Juli 2014.
1.5 Jadwal
Kegiatan
Praktek Kerja Lapang (PKL) ini
dilakukan dengan alokasi waktu sebagai berikut :
Jadwal
|
Juni
|
Juli
|
Agustus
|
|||||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
|
Persiapan
|
||||||||||||
Pelaksanaan
|
||||||||||||
Pengumpulan Data
|
||||||||||||
Pembuatan laporan
|
2. METODOLOGI PRAKTEK KERJA LAPANG
2.1
Metode Praktek Kerja Lapang
Data adalah
informasi atau keterangan mengenai suatu hal yang berkaitan dengan tujuan
penelitian Metode Praktek Kerja Lapang (PKL) ini dilakukan dengan cara
observasi, wawancara, partisipasi aktif dan dokumentasi.
2.2 Jenis Data Dan Teknik Pengambilan
Data
Sumber data
adalah subjek dari mana data dapat diperoleh. Bila perolehan data dengan cara
menggunakan kuisioner atau wawancara, maka sumber data disebut responden. Namun
jika sumber data berupa benda, gerak atau proses tertentu disebut teknik
observasi. Dan apabila menggunakan dokumentasi, maka dokumen atau catatanlah
yang menjadi sumber data. Data yang akan diambil dalam Praktek Kerja Lapang ini
meliputi data primer dan data sekunder.
Pengambilan
data praktek kerja lapang ini dilakukan dengan mengambil Data primer yaitu
hasil observasi terhadap suatu benda, kejadian atau kegiatan. Sedangkan data
sekunder adalah data penelitian yang diperoleh secara tidak langsung melalui
perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak lain).
2.2.1 Data
Primer
Data primer
adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh peneliti secara langsung dari
sumber datanya. Data primer disebut juga sebagai data asli atau data baru yang
memiliki sifat up to date. Untuk mendapatkan data primer, peneliti harus
mengumpulkannya secara langsung (Suryana, 2010).
Data primer
dari Praktek Kerja Lapang ini didapat dengan cara :
1.
Observasi
Observasi atau pengamatan adalah metode dimana orang atau
penulis melakukan pengamatan dan pencatatan dengan sistematis atas fenomena-fenomena yang diteliti (Berliana,
2008). Pada praktek kerja lapang ini dilakukan pengamatan secara langsung
terhadap kegiatan operasional dari Syahbandar Perikanan PPN Brondong Lamongan
Jawa Timur.
2.
Wawancara
Wawancara adalah suatu percakapan langsung dengan
tujuan-tujuan tertentu dengan
menggunakan format tanya jawab yang terencana. Wawancara memungkinkan
analis sistem mendengar tujuan-tujuan,
perasaan, pendapat dan prosedur-prosedur informal dalam wawancara dengan para pembuat keputusan organisasional
(Fenni, 2013). Proses wawancara dilakukan secara langsung dengan pihak
Syahbandar Perikanan.
3.
Partisipasi
Aktif
Menurut Ali (2007), partisipasi aktif adalah suatu
keterlibatan mental dan emosi seseorang kepada pencapaian tujuan dan ikut
bertanggung jawab di dalamnya. Partisipasi yang di lakukan pada praktek kerja
lapang ini adalah ikut terjun langsung di lapang dalam proses tugas seorang Syahbandar,
untuk menjaga ketertiban dari semua kondisi sarana dan prasarana di lapang
Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong Lamongan.
4.
Dokumentasi
Dokumentasi merupakan suatu cara pencatatan dan
penyalinan dari suatu data yang dibutuhkan untuk suatu penelitian dengan suatu
media. Dokumentasi yang dilakukan pada praktek kerja lapang ini adalah dengan
pengambilan gambar atau foto dari Syahbandar Perikanan PPN Brondong.
2.2.2 Data
Sekunder
Data sekunder merupakan informasi yang dikumpulkan bukan
untuk kepentingan studi yang sedang dilakukan saat ini tetapi untuk beberapa
tujuan lain (John, 2009). Misalnya dari Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten
Lamongan dan kantor Kecamatan Brondong mengenai :
1)
Keadaan
umum lokasi Praktek Kerja Lapang, misalnya letak geografis dan topografi,
keadaan penduduk dan lain-lain
2)
Dan
tentang jumlah nelayan, jumlah armada penangkapan dan alat tangkap perikanan,
dan lain-lain
3)
Master
Plan dari Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong lamongan Jawa Timur
4)
Peta
kecamatan PPN Brondong Lamongan Jawa Timur.
2.3 Mengetahui
Keadaan Umum Pelabuhan Perikanan Nusantara
2.3.1 Pelabuhan
Perikanan Nusantara
Pelabuhan
Perikanan Nusantara (PPN), dikenal juga sebagai pelabuhan perikanan tipe B atau
kelas II. Pelabuhan ini dirancang terutama untuk melayani kapal perikanan
berukuran 15 – 16 ton GT sekaligus. Pelabuhan ini juga melayani kapal ikan yang
beroperasi di perairan ZEE Indonesia dan perairan nasional. Jumlah ikan yang
didaratkan sekitar 40 – 50 ton / hari atau sekitar 8.000 – 15.000 ton / tahun.
Menurut
Apriadi dalam Angga (2012),
Pelabuhan Perikanan Nusantara
Brondong mutlak sangat
dibutuhkan untuk menunjang aktivitas warga
setempat yang berprofesi
sebagai pencari ikan
atau nelayan. Operasional
Pelabuhan Perikanan Nusantara juga diperlukan dalam pengembangan sektor
perikanan, karena selain pelabuhan tersebut dapat memudahkan para penangkap ikan (nelayan)
untuk mengeksploitasi sumber daya perikanan
di laut, pelabuhan tersebut juga merupakan lahan pekerjaan bagi masyarakat
sekitar. Hal itu
cukup beralasan, karena
selain aktivitas penangkapan ikan,
di pelabuhan tersebut juga merupakan pusat jual beli hasil perikanan.
Tabel
1 : Karakteristik Kelas Pelabuhan PPS, PPN, PPP, dan PPI :
No
|
Kriteria Pelabuhan Perikanan
|
PPS
|
PPN
|
PPP
|
PPI
|
1
|
Daerah operasional kapal ikan yang dilayani
|
Wilayah laut teritorial, Zona Ekonomi Ekslusif (ZEEI) dan
perairan internasional
|
Perairan ZEEI dan laut teritorial
|
Perairan pedalaman, perairan kepulauan, laut teritorial,
wilayah ZEEI
|
Perairan pedalaman dan perairan kepulauan
|
2
|
Fasilitas tambat/labuh kapal
|
>60 GT
|
30-60 GT
|
10-30 GT
|
3-10 GT
|
3
|
Panjang dermaga dan Kedalaman kolam
|
>300 m dan >3 m
|
150-300 m dan >3 m
|
100-150 m dan >2 m
|
50-100 m dan >2 m
|
4
|
Kapasitas menampung Kapal
|
>6000 GT (ekivalen dengan 100 buah kapal berukuran 60
GT)
|
>2250 GT (ekivalen dengan 75 buah kapal berukuran 30
GT)
|
>300 GT (ekivalen dengan 30 buah kapal berukuran 10 GT)
|
>60 GT (ekivalen dengan 20 buah kapal berukuran 3 GT)
|
5
|
Volume ikan yang didaratkan
|
rata-rata 60 ton/hari
|
rata-rata 30 ton/hari
|
-
|
-
|
6
|
Ekspor ikan
|
Ya
|
Ya
|
Tidak
|
Tidak
|
7
|
Luas lahan
|
>30 Ha
|
15-30 Ha
|
5-15 Ha
|
2-5 Ha
|
8
|
Fasilitas pembinaan mutu hasil perikanan
|
Ada
|
Ada/Tidak
|
Tidak
|
Tidak
|
9
|
Tata ruang (zonasi) pengolahan/pengembangan industri
perikanan
|
Ada
|
Ada
|
Ada
|
Tidak
|
Sumber : Departemen Kelautan dan Perikanan
Republik Indonesi (2010)
2.3.2 Fasilitas
Pelabuhan
Permen Kelautan dan
Perikanan Nomor 16/MEN/2006 menyatakan bahwa pelabuhan harus dapat berfungsi
dengan baik, yaitu dapat melindungi kapal yang berlabuh dan beraktivitas di
dalam areal pelabuhan. Agar dapat memenuhi fungsinya maka pelabuhan perlu
dilengkapi dengan berbagai fasilitas. Fasilitas pada pelabuhan perikanandapat
kita kelompokkan menjadi sebagai berikut:
a.
Fasilitas pokok:
Terdiri
atas fasilitas perlindungan seperti breakwater, reventment, dangroin, dalam hal
secara teknis diperlukan, fasilitas tambat seperti dermaga dan jetty , dan
fasilitas perairan pelabuhan seperti kolam dan alur pelayaran, penghubung
seperti jalan, drainase, gorong-gorong, dan jembatan, serta lahan pelabuhan
perikanan.
b.
Fasilitas fungsional:
Terdiri
atas berbagai fasilitas pelayanan kebutuhan lain di areal pelabuhan seperti
bantuan navigasi, layanan transportasi, persediaan kebutuhan bahan bakar,
penanganan dan pengolahan ikan, perbaikan jaring, bengkel,komunikasi, dan
sejenisnya.
c.
Fasilitas penunjang:
Terdiri
atas penunjang kegiatan seperti mess operator, pos jaga, pospelayanan terpadu,
peribadatan, MCK, kos, dan fungsi pemerintahan
Menurut Peraturan MKPRI Nomor 3/PERMEN-KP/2013Pasal 32
Syahbandar di pelabuhan
perikanan dalam melaksanakan
tugas dan wewenangnya didukung
sarana dan prasarana fungsional. Sarana
fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a.
kapal
kesyahbandaran di pelabuhan perikanan;
b.
kendaraan
operasional syahbandar di pelabuhan perikanan;
c.
alat
pemadam kebakaran;
d.
alat
selam
e.
senter
kedap air
f.
alat
dokumentasi
g.
radio
komunikasi
h.
perahu
karet
i.
baju
pelampung (life jacket)
j.
teropong.
Prasarana fungsional
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) antara
lain berupa kantor atau pos
kesyahbandaran.
2.3.3 Syahbandar
Perikanan Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong
Syahbandar
sebagaimana dimaksud dalam
diktum PERTAMA KEP.19/MEN/2006 mempunyai
tugas menerbitkan Surat Izin Berlayar (SIB) di pelabuhan perikanan setempat,
memeriksa ulang kelengkapan
dan keabsahan dokumen kapal perikanan, memeriksa ulang
alat penangkapan ikan
yang ada di
kapal perikanan, memeriksa
persyaratan teknis dan
nautis kapal dari
aspek keselamatan pelayaran, mengatur kedatangan dan keberangkatan kapal
perikanan, mengatur pergerakan dan
lalulintas kapal di
pelabuhan perikanan.
2.4 Memeriksa Ulang Kelengkapan Kapal
Kapal
perikanan memiliki beberapa kelengkapan diantaranya adalah kapal itu sendiri,
alat penangkapan, pemeriksaan teknis, persyaratan nahkoda dan anak buah kapal.
2.4.1
Memeriksa Surat Ijin Berlayar (SIB) Kapal Perikanan
SIB adalah
salah satu dokumen untuk kapal perikanan yang wajib dibawa pada saat akan
berlayar Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor : KM 01 Tahun 2010
tentang tata cara penerbitan surat berlayar, yang dimaksud surat ijin berlayar
adalah dokumen negara yang dikeluarkan oleh Syahbandar kepada setiap kapal yang
akan berlayar meninggalkan pelabuhan setelah kapal tersebut memenuhi
persyaratan kelaiklautan kapal dan kewajiban lainnya. SIB diterapkan untuk
semua nelayan/ nahkoda/ pemilik kapal yang akan melakukan operasioanal kapal,
baik jauh maupun dekat jarak kapal ke tempat tujuan serta merupakan kapal
penangkapan ikan atau hanya kapal pengangkut hasil tangkapan. Tujuan dari surat
ini adalah sebagai kontrol pemerintah untuk menjamin masalah dalam rangka
keselamatan operasional kapal perikanan, yaitu persyaratan dokumen kapal/
administratif persyaratan teknis dan nautis kapal.
Ø Memeriksa
Persyaratan Dokumen Penerbitan Surat Ijin Berlayar
Menurut Lulul
(2012), di dalam pengajuan Penerbitan SIB memiliki beberapa persyaratan yang
harus dilengkapi oleh pemohon, yang akan dijabarkan sebagai berikut :
ü
Surat
Ijin Penangkapan Ikan (SIPI), secara umum memuat informasi identitas
perusahaan, identitas kapal, jenis kapal/alat penangkapan ikan, spesifkasi
kapal, daerah penangkapan dan pelabuhan penangkapan serta masa berlaku surat
ijin tersebut.
ü
Surat Ijin Usaha Perikanan (SIUP), secara umum
memuat informasi identitas perusahaan, jenis kegiatan, kapal dan daerah usaha
(jenis, ukuran, dan jumlah, daerah penangkapan, pelabuhan pangkalan, pelabuhan
muat/singgah) dan terakhir masa berlaku surat ijin tersebut.
ü
Surat iIjin Laik Operasi (SLO), secara umum
memuat informasi identitas perusahaan, kapal (nama, jenis, ukuran), nomor dan
masa berlaku SIPI.
ü
Surat Tanda Bukti Lapor Kedatangan Kapal
(STBLKK), secara umum memuat informasi identitas perusahaan, identitas kapal,
alat penangkapan ikan, tanggal keberangkatan kapal, jumlah awak kapal, nahkoda kapal.
2.4.2
Pemeriksaan Alat Penangkapan Ikan
Menurut Wahid,
Msi (2012) Pemeriksaan fisik kapal
perikanan merupakan bagian
tidak terpisahkan dalam proses pelayanan usaha penangkapan.
Pemeriksaan fisik kapal
dilakukan untuk menentukan kelayakan kapal perikanan terhadap
dimensi kapal, mesin kapal,
palka, jenis dan ukuran alat penangkapan
ikan dan alat bantu
penangkapan ikan serta komposisi pengawakan kapal perikanan.
Alat
penangkapan ikan dan alat bantu penangkapan ikan yang ada di dalam kapal juga
harus diperiksa, bentuk pemeriksaannya antara lain meliputi :
a.
Jenis
alat penangkapan
b.
Jumlah
alat penangkapan
c.
Spesifikasi
alat bantu penangkapan
d.
Spesifikasi
mesin bantu penangkapan ikan
2.4.3
Pemeriksaan Teknis
Menurut
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor
3/PERMEN-KP/2013, Pemeriksaan teknis dan nautis kapal perikanan dan alat penangkapan
ikan, dan alat bantu penangkapan ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
antara lain:
a. kesesuaian alat penangkapan ikan dan
alat bantu penangkapan ikan;
b. palka ikan dan jenis mesin pendingin;
c. Stiker barcode;
d. kelaikan kapal perikanan dan teknis
permesinan;
e. peralatan pencegahan pencemaran;
f.
alat
komunikasi;
g. peralatan navigasi;
h. peta dan perlengkapannya;
i.
alat
keselamatan;
j.
alat
pemadam kebakaran; dan
k. tanda pengenal kapal perikanan.
2.4.4
Persyaratan ABK (Anak Buah Kapal)
Menurut PERMEN
No. 51 TAHUN 2002 Pemeriksaan persyaratan anak buah kapal juga wajib dilakukan,
pemeriksaan persyaratan anak buah kapal meliputi :
a.
Daftar
dan jumlah ABK
b.
Kualifikasi/sertifikasi/pengukuhan
ABK
c.
Ijin
Pengguna Tenaga Asing (IPTA)
d.
Perjanjian
kerja laut jika diperlukan
e.
Buku
pelaut, paspor pelaut dan kartu kesehatan
f.
Kemudahan
khusus keimigrasian bagi ABK warga Negara asing.
2.5 Pemeriksaan Prosedur Kedatangan dan Keberangkatan
Kapal
Syahbandar di Pelabuhan Perikanan wajib memeriksa
kelengkapan dan keabsahan dokumen kapal perikanan. Pada Bagian Keempat Pasal 9,
untuk keberangkatan kapal perikanan setiap kapal perikanan yang hendak
berangkat dari pelabuhan perikanan wajib terlebih dahulu memberitahukan rencana
keberangkatannya kepada Syahbandar di Pelabuhan Perikanan. Setelah menerima
pemberitahuan rencana keberangkatan kapal perikanan, Syahbandar di Pelabuhan
Perikanan segera memeriksa dokumen kapal perikanan dan memeriksa kelengkapan di
atas kapal. Hasil pemeriksaan kapal merupakan dasar yang digunakan Syahbandar
menerbitkan SIB.
Menurut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik
Indonesia Nomor 3/PERMEN-KP/2013 untuk prosedur kedatangan kapal perikanan,
setiap kapal yang akan memasuki pelabuhan perikanan wajib memberitahukan
kedatangannya kepada syahbandar dipelabuhan perikanan. Setelah itu mengatur
tempat tambat atau labuh kapal perikanan, wajib menyerahkan dokumen kapal
perikanan kepada Syahbandar di Pelabuhan perikanan untuk disimpan selama kapal
perikanan berada dipelabuhan perikanan.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, 2007. Implementasi Konsep
Pembelajaran “Active Learning” Sebagai Upaya Untuk Meningkatkan Keaktifan
Mahasiswa dalam Perkuliahan. Bandung : Remaja Rosdakarya.
Angga, 2012. Peranan Pelabuhan
Perikanan Nusantara (PPN) Brondong Kabupaten Lamongan Dalam Penyerahan Tenaga
Kerja. Jurnal Ilmiah, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya.
Berliana, 2008. Metode Observasi
Sebagai Alat Pengambilan Data. Perencanaan Kuliah. Intitut Pertanian Bogor.
Fenni, 2013. Teknik
Pengumpulan Data. Halaman 1 Analisis system. Yogyakarta. 29-38 Hal.
Jhon, 2009. Riset Pemasaran.
Universitas Gunadarma, Jakarta.
KKP, 2002. Perkapalan. Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia. No. 51/PERMEN/2002.
KKP, 2006. Pengangkatan Syahbandar di
Pelabuhan Perikanan. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik
Indonesia. KEP.19/MEN/2006.
KKP, 2009. Wilayah Kerja dan Wilayah
Pengoprasian Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong. Keputusan Menteri Kelautan
dan Perikanan Republik Indonesia. KEP.11/MEN/2009
KKP, 2013. Kesyahbandaran di Pelabuhan
Perikanan. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia.
Peraturan Pemerintah No.3/PERMEN-KP/2013 Pasal 32.
Lulul, 2014. Penerbitan SIB,Log book
dan PIPP. http://www.scribd.com/doc/201692544/BAB-I-2-Pkl-penerbitan-SIB-Log-book-dan-PIPP.
Diakses pada tanggal 29 Maret 2014, pada pukul 20.00 WIB.
Randy Y.C. 2013. Tanggung Jawab
Syahbandar Dalam Keselamatan Pelayaran Ditinjau Dari UU Pelayaran No. 17 Tahun
2008 Tentang Pelayaran. Lex Administratum, Vol.I/No.1/Jan-Mrt/2013
Renaldo, 2011. Direktorat Jenderal
Perhubungan Laut Kantor Syahbandar Kelas Utama TG. Perak Surabaya.
Rio, 2011. Kondisi dan Potensi
Pengmbangan Kepelabuhan Perikanan Di Kabupaten Subang. Skripsi Fakultas
Perikanan Dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.
Suryana, 2010. Data dan Jenis Data
Penelitian. http://csuryana.wordpress.com/2010/03/25/
data-dan-jenis-data-penelitian/. Diakses pada tanggal 29 Maret 2014, pada
pukul 20.00 WIB.
Komentar
Posting Komentar